gmail Linkedin twitter instagram
  • Home
  • About
  • Contact

nabilatara

a little piece of my lovely journey♡


Jawabannya adalah karena suka. Sesederhana itu, tapi memiliki makna yang luar biasa. Ada puluhan puisi yang aku ciptakan dan ketika membaca ulang-ulang puisi-puisiku, aku jatuh cinta. Bagiku puisi bukan hanya karya fiksi saja, tapi lebih menakjubkan dari itu. 

Media berpetualangan
Aku yakin kalau setiap orang pasti punya cara untuk berpetualang dengan cara yang berbeda. Ada yang merasa berpetualang ketika naik gunung, ada juga yang berpetualang dengan cara memasak. Atau mungkin, ada yang berpetualang dari sekedar bermain game atau menonton film. Berbeda dengan orang lain, aku berpetualang dengan menulis puisi atau prosa. 

Terdengar sederhana, hanya membutuhkan pena dan buku. Walau aku lebih suka menulis puisi dengan aplikasi sediaan laptop, Microsoft Word. Mungkin bisa dikatakan puisi adalah solusi berpetualang untuk kondisi yang sekarang, dimana belum memungkinkan untuk berpetualang di dunia nyata. Aku memiliki mimpi ke suatu tempat lalu bereksplorasi informasi tentang tempat itu, kemudian aku tulis dalam puisi-puisiku. Rasanya ketika membaca puisi yang sudah kutulis, aku benar-benar berada di tempat itu. 

Kalau ilustrasi sebelumnya mengarah ke harapanku terhadap sesuatu, kadang-kadang aku juga menulis puisi berdasarkan kejadian yang sudah terjadi. Tujuannya untuk mendokumentasikan kenangan yang udah pernah tercipta, aku buat dengan bahasa sedemikian rupa agar nggak bosen ketika membacanya berulang-ulang. Lewat puisi, aku juga berpetualang di dalam kenangan-kenangan yang udah pernah terjadi. Atau sederhananya, aku bisa melampiaskan perasaan rinduku terhadap kenangan-kenangan yang aku tulis dalam puisiku. 

Teman saat jenuh
Definisi ketika lagi jenuh-jenuhnya dan ingin sendiri aja. Kalau lagi nggak mood buat menulis puisi, atau ingin lebih dari membaca puisi, aku iringi bacaan puisiku dengan melodi gitar. Nadanya mungkin nggak beraturan dan sesuka jari aja buat memetik senarnya, tapi bener-bener se-ajaib itu buat diri sendiri jadi tenang. Lebih tepatnya, puisi bisa menjadi media self healing-ku. 

Media berekspresi
Kalau dulu saat sekolah sering menulis segala keresahan hati: keluhan, kemarahan, kesedihan di buku diary, kali ini beralih ke puisi. Selain karena ketika di baca lagi bisa menghibur diri sendiri, kita juga bisa menghibur orang lain dengan ekspresi yang kita salurkan melalui puisi. Alasan lainnya, aku nggak bakat berekspresi dengan bikin quotes seperti orang-orang di twitter atau instagram sih hihihi. Yuk jadikan ekspresi yang kita ciptakan sebagai suatu karya!

Media berkarya
Berada di lingkungan perkuliahan yang sangat berbeda haluan dengan puisi membuatku kadang ragu. Bahkan mungkin di antara teman-temanku, hanya satu dua saja yang suka dengan karya ini. Kalau melihat orang-orang disekitarku berkarya sesuai bidang perkuliahanku seperti melalui karya tulis ilmiah, PKM penelitian, ikut proyek penelitian dosen, aku merasa puisi adalah karya yang nggak berarti apa-apa. Rasanya, karya yang harusnya ditekuni saat perkuliahanku adalah karya berdasarkan eksperimen, bukan karya fiksi seperti puisi. Tapi aku sadar kalau itu hanya pikiran negatifku aja. Nggak ada salahnya berkarya apapun itu selama baik dan memberi manfaat untuk diri sendiri. Bahkan akan lebih baik kalau bisa menjadi bermanfaat bagi orang lain. Aku jadi ingat kata temanku, kalau jangan beri batas dalam berkarya. Yup! aku sepakat dengan hal itu. Selama suka dan nyaman, kenapa nggak? 

Media berprestasi
Karya yang sempat buat aku ragu bahkan menjadi yang pertama membawaku menjadi juara dalam suatu kompetisi di perkuliahan ini. Lebih bahagianya lagi, beberapa karya puisi yang aku lombakan terpublikasikan pada website penyelenggara lomba dan masuk dalam buku antologi puisi bersama penulis-penulis lain. Nggak pernah terbayang sebelumnya, kalau puisiku adalah karya publikasi pertamaku. Aku semakin percaya, kalau nggak ada batasan buat berprestasi dari karya-karya yang diciptakan oleh masing-masing orang. 

Terima kasih buat temen-temen yang udah baca tulisan ini. Berkarya apapun itu nggak salah, yang salah adalah ketika kita memutuskan untuk berhenti berkarya. Aku harap, kita semua bisa terus semangat untuk mengembangkan minat kita masing-masing. Semoga bermanfaat^^

With Love, Tara. 
September 26, 2020 No komentar

Katanya, usia 20 tahun adalah gerbang menuju kehidupan orang dewasa. Bukan karena memang seperti itu adanya, tapi angka depan usia untuk pertama kalinya berganti menjadi 2. Padahal, kedewasaan nggak hanya diukur dari sekedar angka aja kan? Tapi sebagai orang yang sudah menginjak angka spesial itu, aku cukup setuju.

Gerbang menuju kedewasaan?
Mulai kerasa dari umur 18 tahun, tepatnya sejak awal kuliah. Mungkin karena lingkungan yang sudah beda dan didominasi oleh orang-orang yang menuju dewasa atau bahkan sudah dewasa. Mau gak mau, aku harus mengikuti dua pilihan. Mengikut arus lingkungan sekitar.. atau tetap dengan diriku yang sebelumnya. 

Nggak langsung instan bisa merasa dewasa, banyak proses yang dilalui. Jatuh, bangun, jatuh lagi, malu, takut, ngerasa dibenci, hilang kepercayaan diri, kosong, melihat sesuatu secara berlebihan, nangis, terpuruk berlarut-larut. Harusnya bisa bahagia, tapi tertutup dengan pemikiran-pemikiran drama yang membawa aura negatif ke diri sendiri. Dua tahun ini - terutama satu tahun terakhir, tiba-tiba kehilangan diri sendiri. Diri sendiri aja bukan jadi miliki sendiri, apalagi bisa menyadari kehadiran orang lain. Rasanya kadang butuh banget yang namanya teman, tapi tiba-tiba suka nggak toleran dengan kehadiran orang lain. Rumit, tapi bersyukur nggak pernah berada di titik menyerah. 

Mungkin proses setiap orang berbeda dan semakin kesini semakin paham kalau tugas manusia adalah melalui proses-proses itu dengan berusaha. Walaupun kadang berat dan nggak sanggup, tapi tetap harus dihadapi, kan? Kalau berbicara soal sempat ingin menyerah atau nggak, jawabannya pernah. Tapi kembali lagi dengan mimpi-mimpi yang yang pernah disusun, kembali lagi mengingat orang-orang yang setia mendoakan diri sendiri setiap malam. 

Menurut pengalamanku, aku sepakat kalau usia 20 tahun adalah gerbang menuju kedewasaan. Kalau ditanya apakah sudah merasa dewasa atau belum, jawabannya adalah belum. Masih terlalu jauh untuk dikatakan dewasa. Tapi, sedikit demi sedikit udah mulai 'paham' ketika menghadapi apapun dan siapapun. 

Belajar mengatur emosi
Hal yang paling sulit sih, menurutku. Sebenarnya dari dulu jarang marah. Kalau emosi, hanya diam dan overthinking berkepanjangan. Sekarang, mulai belajar untuk nggak suka overthinking lagi. Mulai belajar memilah, apa yang perlu dipikirkan dan apa yang perlu dilupakan. Dulu kalau ada orang yang ngomong sesuatu dan menyinggung, selalu jadi bahan pikiran semalaman. Berpikir, apa benar aku seburuk itu? apa benar aku sebodoh itu?  dan banyak asumsi-asumsi lain yang ujungnya cuma jadi toxic di pikiran sendiri. Atau mungkin setelah melakukan atau mengatakan sesuatu ke orang lain, tiba-tiba berpikir: dia sakit hati nggak ya? tadi aku salah nggak ya? dia marah nggak ya? dan ujung-ujungnya minta maaf padahal sebenarnya nggak salah apa-apa. 

Sekarang, punya pemikiran lebih ke 'ya udah, nggak papa' atau 'sabar aja, masih banyak hal lebih penting untuk dipikirkan'. Walaupun nggak semudah itu, tapi kalau udah terbiasa bakal ngefek banget. Selain karena memang seharusnya seperti itu, beban pikiran jadi berkurang, hari-hari jadi lebih tenang dan mengarah ke bisa memprioritaskan suatu hal penting untuk dipikirkan dan diselesaikan. Lebih tepatnya, nggak buang-buang waktu lagi karena hal-hal sepele yang menjadi toxic di pikiran. 

Pikiran semakin rumit
Kalau sebelumnya rumit karena hal-hal yang gak penting, kali ini pikiran dipenuhi oleh hal-hal penting yang mengarah ke masa depan. Perkuliahan, target pencapaian, mau jadi apa, rencana hidup jangka panjang adalah hal-hal yang hampir setiap hari terlintas dipikiran. Apalagi usia 20 tahun tepatnya datang ketika masuk semester 5, semester yang katanya inti dari perkuliahanku. Tugas bejibun, target-target mulai memberontak untuk dipenuhi dan rencana setelah perkuliahan yang udah harus disiapkan dari saat ini juga. Kalau dipikirkan lebih dalam bakal bikin pusing, tapi seru juga hihihi. 

Nggak hanya cukup dipikirkan, masa-masa saat ini juga dituntut untuk memulai tindakan. Satu persatu mulai dicicil untuk mencapai target-target. Sedikit capek dan kadang menguras tenaga, tapi perlahan mencoba untuk tetap enjoy dan nggak sering mengeluh lagi. Kalau dipikir-pikir, dengan mengeluh terkadang bisa jadi membuat hati lega. Tapi percuma juga kalau cuma mengeluh tanpa melakukan apa-apa. 

Memprioritaskan diri sendiri
Tapi kan nggak boleh egois? No, definisi egois dalam artian ini berbeda. Dulu, apa-apa dilakukan dengan serba 'nggak enakan' ke orang lain. Sampai-sampai karena merasa perlu banget mendahuluan orang lain, kepentingan diri sendiri jadi korbannya. Menjadi baik ke orang lain memang perlu, tapi hal itu akan menjadi suatu keharusan ketika kepentingan-kepentingan diri sendiri sudah terselesaikan. Waktu, tenaga dan pikiran kita adalah miliki kita sendiri. Absolutely, kita sendiri yang berhak mengatur itu semua. Satu yang mulai tertanam dipikiranku saat ini: kebahagiaan orang lain adalah tanggung jawab masing-masing orang, kebahagiaan diri sendiri adalah tanggung jawab diri sendiri. Kali ini mulai berhenti meletakkan ekspektasi yang tinggi kepada orang lain. Mungkin kadang pernah berharap, tapi dengan kadar sewajarnya aja. 

Huaa, nggak tau habis nulis apa. Kadang mungkin opiniku bisa benar, kadang juga bisa nggak. Semua tergantung dari cara pandang masing-masing orang sih. Tapi yang terpenting dari semuanya adalah kita harus selalu menikmati setiap proses. Hidup nggak terasa rumit ketika menginjak usia 20 tahun aja, bahkan mungkin apa yang kita rasain di masa-masa ini nggak ada apa-apanya dibandingkan tantangan-tantangan hidup yang bakal kita hadapi kedepannya. Tetap semangat dan bahagia yaaa, teruntuk kita^^

With Love, Tara. 
September 24, 2020 2 komentar
Gedung Teknik: Sebilah Kisah
Tara Nabila


Perlahan, bait-bait mimpi terukir dalam naungan alkisah—bersemi pada rumbai daun kemangi di tengah pelataran
Anggun, bak harmoni tifa yang mengalun
 
/1/ 
Sajak dari Gedung Satu
Kadang, melintasi tangga adalah sebuah prosa
yang memaksa jemari melukis indah aksara. Tak henti tersenyum, sebab angka-angka setia menyapa
 
Kadang-kadang, berguru adalah seuntai kain sutera
yang merajut sains dalam gugus binar mata. Tak henti melagu, sebab petuah-petuah insinyur setia menjaga
 
Terkadang, makalah adalah sebatang jacaranda1
yang terhimpun atas berbagai corak berharmoni girang
Walau sekilas mengukir pening—sesekali otak berkeping-keping
Tak apa, sebab tersirat berjuta makna yang menuai puing-puing cita
 
Ungkap hati: Terima kasih Dekanat, atas warna yang tercipta
 
/2/ 
Pelangi di Sudut Lantai Tiga
Sempat terpikir rangkaian musik belanda yang terindah di bumi
Namun tak lagi sama, sebab jumpa dengan parade asam dalam sebuah almari
Pun tak lupa adonan material yang bersatu membentuk elok pelangi
Juga, gerak-gerik putar pengaduk baja—membuat kornea berkilau bagai kalimaya2
 
Ungkap hati: Terima kasih Dekanat, atas media penopang mimpi-mimpi yang sempat usang

1Jenis pohon asal Amerika, bercorak warna-warni
2Jenis batu permata

Tujuan
Beberapa waktu lalu, BEM fakultasku mengadakan suatu sayembara untuk memberikan suatu karya yang berisi ungkapan terima kasih kepada dekanat. Aku tertarik mengikuti  sayembara tersebut dan memilih untuk menulis puisi. Sama sekali nggak nyangka, karyaku dipilih oleh dekanat. 

Makna
Puisi yang kutulis awalnya menggambarkan keadaan yang aku temukan di perkuliahan. Mulai dari tangga yang aku lewati setiap hari untuk ke kelas dengan semangat, tugas-tugas yang terkadang bikin pusing tapi memberi banyak manfaat dan keseruan saat praktikum di laboratorium lantai tiga. Kemudian aku tutup dengan ungkapan terima kasih kepada dekanat atas kebahagiaan yang terasa di perkuliahan.

With love, Tara. 
September 22, 2020 No komentar


Aku sepakat kalau 'pengalaman adalah guru yang paling berharga'. Bagiku, pengalaman menantang yang aku dapatkan sampai umur 20 tahun ini adalah merantau jauh dari orang tua. Tapi karena kesempatan ini, aku bersyukur. 

Dulu saat menjelang kelulusan SD, aku disarankan oleh orang tuaku untuk sekolah di luar pulau. Rumahku di Lombok dan aku didorong untuk melanjukan sekolah di Malang, Jawa Timur. Awalnya aku sangat menolak karena merasa masih sangat kecil dan belum siap untuk hidup mandiri. Tapi karena melalui berbagai diskusi dan negosiasi, akhirnya aku jadi merantau ke Malang. Sampai akhirnya tahun 2018 menjelang kelulusan SMA, aku berniat kuliah di luar Malang dan jadilah aku sekarang kuliah di Solo hihihi. Back to the question, kenapa harus merantau?

Belajar mandiri
Bagiku belajar mandiri adalah poin penting untuk survive di kehidupan selanjutnya. Awalnya belajar untuk nggak bergantung pada orang tua, selanjutnya akan terbiasa untuk nggak bergantung sama siapapun. Ketika sudah harus benar-benar lepas dari orang tua atau saat akan masuk ke dunia kerja, setidaknya kalau pernah merantau kita punya pengalaman untuk bertahan dengan cara kita sendiri. 

Saat pertama kali merantau, aku masih berumur 12 tahun. Kalau biasanya ketika butuh apapun bisa minta tolong ke orang tua, waktu itu aku harus berusaha untuk memenuhi kebutuhanku sendirian. Sebelumnya aku adalah anak yang manja dan selalu ditemani ibu kemana-mana, dan rasanya cukup sulit ketika pertama kali pindah dituntut untuk apa-apa sendiri. Pertama kalinya juga karena merantau, aku menjahit seragamku yang sempat sobek sendirian. Aku juga belajar mencuci baju, mencuci piring, menyetrika baju, membersihkan kamar dan masak walaupun cuma buat masakan sederhana. Hal-hal itu adalah pertama kalinya aku lakukan ketika sudah merantau. 

Belajar beradaptasi 
Dalam kurun 8 tahun, merantau di 2 tempat berbeda memberikan banyak pengalaman beradaptasi untukku. Kalau soal makanan aku nggak terlalu ngerasain perbedaan dengan sebelumnya, karena ibu aku sering masak masakan jawa. Pun ketika kuliah di Solo, makanannya nggak jauh beda dengan di Malang. Ada sedikit perbedaan sih, menurutku masakan di Solo lebih manis daripada masakan Malang. 

Perbedaan sederhana lain yang membuat aku harus beradaptasi adalah karakter dari penduduk lokal. Kalau di Lombok karakter orangnya kurang ramah, maka di Malang adalah sebaliknya. Aku sempet kaget sih waktu awal-awal merantau, kalau ketemu tetangga walau belum kenal itu bakal tetep nyapa. Bahkan ketika berkunjung ke kampung lain yang jelas-jelas bukan tetangga juga nyapa loh kalau ketemu. Kalau soal karakter masyarakat, Malang dan Solo hampir sama. Tapi kalau menurut pengalaman aku, masyarakat Solo lebih lemah lembut daripada Malang. Tapi aku suka, budaya ramah tamah tersebut mengarahkanku untuk menjadi lebih baik dalam bermasyarakat. 

By the way, aku juga mempelajari karakter orang dari daerah lain selain Malang dan Solo. Sebab ketika aku kuliah, teman aku sangat beragam dari berbagai wilayah Indonesia walaupun masih di dominasi oleh orang Jawa Tengah. Di perkuliahan ini aku jadi paham perbedaan karakter orang jawa, sunda, batak, dayak, melayu dan lainnya. Kalau orang jawa sebagian besar lemah lembut, sebaliknya orang sunda blak-blakan. Aku bersyukur atas perbedaan yang kutemukan, karena belajar menghadapi masing-masing karakter itu bakal berguna banget dikehidupan masa depan. Yup! hidup ini bisa jadi selalu berpindah dan menemukan lingkungan masyarakat baru lagi yang berbeda.

Mendukung Self Improvement
Kalau dari pengalamanku yang awalnya tinggal di kota kecil, kemudian pindah ke kota besar, aku merasa kalau lingkungan-lingkungan itu secara bertahap mendukung untuk self improvement. Kalau ketika masih SD nggak begitu ada ambisi buat aktif berprestasi, di SMP lumayan ngedukung buat aktif. Aku ikut kegiatan ektrakulikuler dan sedikit perlombaan di SMP walau sedikit. Saat SMA, aku ikut banyak lomba karena lingkunganku sangat mendukung untuk aktif mengkuti kompetisi. Karena itu, sejak SMA aku belajar untuk public speaking dan beropini. Nggak jauh-jauh, temen-temen sekelas aku di SMA banyak banget yang berbakat seperti menari, menyanyi, melukis, modelling, paskibraka, olahraga dan masih banyak lagi. Bahkan temen sekelas aku ada juga yang jadi duta pariwisata kabupaten. Aku yang dari awal ngerasa ngga punya bakat apapun jadi ter-trigger buat ngembangin diriku.

Kalau di SMA nemuin banyak temen-temen yang berbakat dan berprestasi karena bakat-bakatnya, di perkuliahan aku ketemu orang-orang yang aktif di banyak organisasi. Banyak dari mereka yang pinter kuliahnya, tapi juga aktif organisasi. Hal inilah yang membuat aku juga terdorong untuk belajar aktif berorganisasi. Sejak SMA selalu jatuh cinta dengan orang yang kritis berpendapat, dan senengnya bukan main karena di  perkuliahan ketemu banyak orang yang seperti itu. 

Efek dari merantau nggak melulu bisa baik, semua kembali ke diri masing-masing. Merantau ke kota besar bisa membuat berkembang atau bisa juga terjatuh karena nggak bisa pandai menjaga diri sendiri.  Pengalaman nggak selalu di dapat dengan merantau. Tapi, dunia perantauan bisa memberikan pengalaman yang berharga buat kita. Satu hal yang terpenting adalah, kita harus tetap bergerak untuk menghadapi tantangan-tantangan baru. Yuk berbagi cerita! I'm so glad if you want to share with me guys :)

With Love, Tara. 

September 21, 2020 No komentar

Self love adalah hal yang nggak asing lagi di era sekarang. Mulai dari artikel, webinar, self-development book, social media campaign berbicara soal self love. Sebagai seorang milenial yang hidup di zaman serba digital, insecurity adalah faktor terbesar yang membuatku lupa untuk mencintai diri sendiri. Terlalu banyak memperhatikan urusan orang lain, sampai-sampai nggak punya waktu untuk memperhatikan diri sendiri. 

Beberapa bulan yang lalu, ada suatu masa ketika merasa diri sendiri bukanlah sahabat lagi. Saat itu terlalu sibuk memikirkan kehidupan orang lain lalu membanding-bandingkan dengan kehidupanku. Padahal sudah jelas, cara orang menjalani hidupnya itu berbeda-beda. Baik tentang usaha yang dilakukan, privilege yang mungkin dimiliki, atau lingkungan yang membentuk hidupnya. Benar-benar sudah jelas, garis hidup setiap orang berbeda.

Aku bersyukur, aku segera disadarkan tentang hal itu. Aku mulai belajar mengapresiasi diriku sendiri dengan usaha-usaha yang kulakukan. Aku mulai belajar menghargai diriku sendiri dengan sekecil apapun pencapaian-pencapaian yang sudah aku dapatkan. Aku mulai belajar mencintai diriku sendiri dengan menjadikan diriku sebagai sahabat terbaik dalam semua situasi, saat bahagia maupun sedih. Nah, kali ini aku mau berbagi cara-cara yang aku tempuh untuk mencintai diriku.

Berhenti membandingkan diri dengan orang lain
Rasanya sulit ya melakukan ini. Sebagai mahluk sosial, semestinya kita berinteraksi dengan orang lain dan tahu sedikit atau banyak tentang kehidupannya. Nggak jauh-jauh, membandingkan diri dengan  saudara, teman dekat, atau teman organisasi adalah hal yang biasa. 

Padahal sederhana aja, seharusnya aku hanya perlu membandingkan diriku hari ini dengan kemarin. Pelan-pelan, aku mencoba melakukan itu setiap harinya. Nyatanya, nggak semudah itu. Membuat diri kita menjadi lebih baik dari kemarin membutuhkan usaha yang tinggi, padahal masih berada dalam garis kehidupan sendiri. Apalagi membandingkan diri dengan orang lain yang sudah jelas kehidupannya berbeda, pasti sangat sulit kan? Jadi, aku mulai fokus merubah diriku menjadi lebih baik saja.

Berhenti mengharapkan pengakuan dari orang lain
Ini bener-bener work sih. Sulit diterapkan, karena merupakan sifat alamiah bagi sebagian besar manusia untuk mengharapkan pengakuan dari orang lain dalam hal apapun. Suatu hal yang wajar kalau punya perasaan setiap selesai melakukan kebaikan berharap diapresiasi oleh orang lain. Selain itu, nggak jarang juga menceritakan perjuangan diri sendiri ke orang lain secara langsung maupun media sosial. Berharap untuk dipuji, atau sekedar di beri semangat. 

Awalnya aku memiliki pemikiran seperti ini. Aku ingin dipandang baik dengan orang lain karena usaha dan pencapaian yang sudah aku dapatkan. Aku juga ingin dikagumi oleh orang lain. Karena aku berpikir, dengan dikagumi aku akan menjadi dihargai. 

Perlahan, pemikiran itu berubah. Sama seperti sebelumnya, aku ingin fokus ke diriku saja. Aku nggak ingin terlalu sibuk mengharapkan pengakuan orang lain, sampai aku lupa kalau kebahagianku adalah tanggung jawab diriku sendiri. Kalau dulu suka cerita tentang rencana dan mimpi yang aku miliki, kali ini aku berusaha untuk menyimpannya sendiri walau kadang sharing dengan orang yang benar-benar dekat. Aku juga jarang membuat snap instagram tentang hidupku, dan rasanya lebih tenang. Semakin lama aku semakin paham, kalau orang lain nggak perlu tau soal hidupku. Jadi aku belajar untuk memilah-milah apa yang harus aku bagi, dan apa yang harus aku simpan. Membagi kehidupan kita ke orang lain itu nggak ada salahnya, selama hal itu bertujuan untuk memberi manfaat. Membutuhkan pengakuan orang lain itu adalah hal wajar, tapi bukan berarti seluruh aspek kehidupan kita perlu diumbar-umbar kan?

Menjadikan keberhasilan orang lain sebagai motivasi
Karena berusaha untuk nggak lagi membandingkan diri orang lain, aku mulai menjadikan keberhasilan orang lain sebagai motivasiku untuk selalu berusaha. Orang lain bisa mencapai keberhasilan yang mereka inginkan, aku  juga bisa mencapai keberhasilan yang aku inginkan. Kalau dulu sebelum mengerti, rasanya iri melihat orang lain selalu berhasil. Padahal dibalik keberhasilan mereka, bisa aja mereka mengalami banyak kegagalan. Tapi kali ini, aku mulai paham tentang hal itu. Setiap orang pasti pernah mengalami keberhasilan dan kegagalan. Hal yang terpenting adalah nggak pernah berhenti berusaha. 

Untuk belajar dari keberhasilan orang lain, aku memberanikan diri untuk bertanya pada mereka. Mereka yang pernah berhasil tentunya sudah pernah berpengalaman dari pada aku. 

Bermanfaat dengan cara yang berbeda
Dulu aku pernah berpikir dengan insecurity yang aku miliki, aku nggak memiliki manfaat apapun untuk orang lain. Bahkan untuk diriku sendiri juga nggak. Setiap membuat suatu kesalahan, aku merasa diriku nggak ada gunanya. Aku ingin menjadi manfaat seperti yang biasa orang-orang lingkungan terdekatku lakukan, tapi rasanya aku nggak bisa dan nggak bakal bisa seperti mereka. Padahal setelah aku sadar, aku juga bermanfaat bagi orang lain tapi dengan cara yang berbeda. Karena dulu aku sibuk merendahkan diriku, aku sampai nggak bisa ngelihat nilai kebaikan yang aku miliki. 

Semakin kesini, aku mulai mencari cara untuk menemukan nilai dari diriku. Sejak 3 bulan terakhir, aku mulai suka menulis. Beberapa tulisan aku bagi di blog ini. Sebagian karya aku daftarkan dalam perlombaan. Sederhana, tapi butuh perjuagan juga karena banyak godaan yang buat lengah. Sederhana, tapi bahagia rasanya bisa membagi hal bermanfaat ke orang lain. Setiap nambah satu viewer di blog ini, setiap itu juga aku bahagia dan semakin mencintai diriku. Mungkin untuk saat ini aku bisa bermanfaat dengan cara seperti ini. 

Dari sekian banyak hal yang sudah aku lakukan untuk self-love, cara ini yang paling magic. Kita akan bisa lebih mencintai diri kita dengan melihat nilai kebaikan yang kita punya dengan cara masing-masing. Aku harap aku dan temen-temen bisa selalu menghargai kebaikan yang sudah dilakukan oleh diri kita sendiri. Don't forget to apreciate our self yaaa :)

Melakukan hal yang disukai
Pasti ada masanya ketika rutinitas kuliah, organisasi, realitionship with people membuat lelah dan bahkan kesal. Karena hal itu, aku sering memanjakan diriku untuk rehat sejenak. Aku membeli makanan yang aku suka, solo-travelling untuk sekedar jalan-jalan di mall, belanja suatu barang yang sangat diinginkan atau nonton film di bioskop. Melakukan hal yang disukai tanpa kontrol memang bisa bikin lupa sama tugas yang dimiliki. Tapi nggak ada salahnya kan memanjakan diri sekali waktu di tengah kesibukan?

Menulis hal-hal bermanfaat yang sudah dilakukan setiap hari
Akhir-akhir ini, aku mulai menlis hal-hal yang sudah aku lakukan setiap hati. Awalnya berniat untuk melengkapi my journal of a day aja, tapi ternyata efeknya bisa lebih menyadarkan kalau kita sudah menjadi bermanfaat setiap harinya loh!

Aku sudah berjuang untuk self-love dengan caraku, kalau kalian? Yuk saling berbagi cerita!

With Love, Tara. 
September 17, 2020 No komentar

Merasa salah jurusan di perkuliahan adalah kata-kata yang sering kita dengar. Sebelum masuk kuliah, aku berpikir hal itu nggak akan terjadi ke aku. Ketika aku memilih jurusanku saat ini, aku merasa yakin. Tapi setelah kuliah, sejak semester awal aku mulai merasakan hal itu. Ciri awalnya, aku ngerasa nggak nyaman dan ingin pindah jurusan. Walaupun begitu, aku selalu berusaha untuk semangat ketika akan masuk ke gedung dalam foto di atas. Hihihi, kangen!

Menurut sebagian besar teman-temanku, pelajaran di teknik kimia itu sulit. Kalau ada yang berpikir bahwa teknik kimia cenderung mempelajari kimia, itu salah ya. Teknik kimia memiliki banyak mata kuliah yang berbau matematika dan fisika. Untuk itu, mau nggak mau kita harus bisa dan suka sama matematika dan fisika. Tapi sebenarnya nggak sesulit yang dibayangkan, karena banyak juga loh temen-temen aku yang nilainya selalu baik dan bisa mudah memahami materi perkuliahan. Oh ya buat kalian yang penasaran dan mau kepo soal pelajaran teknik kimia, bisa klik disini yaaa.

Awal ceritaku 
Sebelumnya, aku mau cerita gimana awalnya bisa merasa salah jurusan. Ketika semester awal, banyak banget pelajaran yang buat aku nggak paham. Aku berusaha untuk memperhatikan dosen ketika jam kuliah, tapi tetap saja nggak bisa paham sepenuhnya. Padahal kata kebanyakan kakak tingkat, pelajaran semester 1 dan 2 itu masih seperti belajar anak IPA SMA. Tapi nilai aku jatuh banget, dan benar-benar down saat itu. 

Masuk ke semester 3, pelajaran semakin sulit. Kata dosen dan kakak tingkat, semester tiga adalah gerbang menuju pelajaran-pelajaran inti di teknik kimia. Mereka benar, dan aku masih saja belum ada kemajuan. Nilai IP aku dari semester 2 ke 3 naik, tapi sangat sedikit. Ketika melihat KHS di akhir semester tiga aku nggak mau down lagi, tapi lebih mencoba buat 'pasrah'. 

Mulai ingin berubah
Bukan hal yang jarang kalau dengar mahasiswa berencana ingin berubah menjadi lebih baik setiap awal semester. Karena aku pun begitu di awal semester 4, tapi kali ini aku ingin sungguh-sungguh. Aku mengawali dengan selalu duduk di depan saat pelajaran di kelas. Benar kata Aini, teman sebangkuku, kalau kita akan bisa lebih fokus dengan pelajaran ketika duduk paling depan. Sayangnya, beberapa minggu setelah perkuliahan semester 4 terjadi pandemi Covid-19 dan pembelajaran dilakukan secara daring. 

Mulai paham penyebabnya
Separuh lebih semester 4 ku jalani secara daring. Ada suatu perbedaan yang menurutku sangat berbeda ketika luring dan daring, yaitu waktu luang. Saat perkuliahan sebelum masa pandemi, aku merasa terlalu sering memprioritaskan hal lain diluar perkuliahanku seperti kegiatan organisasi, main, dan bersantai. Selesai kegiatan organisasi, aku lebih memilih bersantai daripada belajar atau mengerjakan tugas kuliahku. And yup! pesalahan pertama yang kutemui adalah aku beum bisa mengatur waktuku untuk memprioritaskan sesuatu yang lebih penting. Kesalahan kedua, aku sangat jarang latihan soal. Kesalahan ketiga, menjelang ujian sering menggunakan sistem SKS. 

Kesalahan pertama muncul karena dari dalam diriku belum terbiasa menghadapi dua hal berbeda yang cukup menguras waktu, yaitu kuliah dan organisasi. Sebelumnya, aku belum pernah mengikuti organisasi apapun sehingga ketika SMA aku hanya fokus untuk belajar saja. Terkadang ikut kegiatan lomba, tapi tidak begitu menguras waktu dan hanya berlangsung dalam jangka waktu yang sebentar.

Kesalahan kedua dan ketiga terjadi sebagai akibat dari kesalahan pertamaku. Sama halnya dengan ujian, tugas-tugas juga sering aku kerjakan mendekati waktu pengumpulan. Padahal, tugas adalah salah satu sarana untuk berlatih dan belajar. Karena nggak jarang juga loh soal-soal ujian muncul dari tugas-tugas yang pernah diberikan dosen. 

Beradaptasi
Nggak ingin berhenti di titik 'pasrah', aku pelan-pelan mencoba beradaptasi. Waktu luang saat daring ini aku manfaatkan untuk mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh. Selain itu, aku juga mencoba tertarik dengan chemical engineering text book dengan mempelajari perlahan saat mengerjakan tugas. Belajar sendiri rasanya nggak bakal cukup di teknik kima, sehingga butuh teman-teman dekat untuk menjadi support system perkuliahanku walau kadang curhat-curhat juga. Sending virtual hug to you guys, thank you so much!

Semester 4 kemarin memberi pelajaran buatku, kalau belajar dan rajin latihan soal adalah kunci bertahan di perkuliahan ini. By the way, what I said before nggak berarti bahwa aku sudah sepenuhnya bisa paham dengan pelajaran teknik kimia. Aku masih belajar dan berusaha untuk itu. 

Mengenal teknik kimia lebih dalam
Tak kenal maka tak sayang adalah suatu pesan yang benar nyata. Mencoba mengenal lebih dalam  tentang teknik kimia membuatku menjadi takjub dan bersyukur. Sejauh ini, mempelajari alat-alat pada industri kimia dan proses didalamnya adalah satu yang membuatku jatuh cinta. Sampai saat ini, tranportasi fluida masih menjadi mata kuliah favoritku. Kalau berbicara soal masa depan, mungkin akan menjadi sangat bangga ketika menjadi 'process engineer' yang mampu mendesain dan memantau proses dalam industri dengan baik. Rasanya nggak sabar untuk melaksanakan penelitian dan kerja praktek di industri yang aku inginkan. 

Bagi yang merasa salah jurusan, terus semangat ya. Setiap jurusan pasti punya hal-hal menakjubkan yang mungkin belum ditemukan. Tugas kita adalah terus belajar dan menemukan suatu hal yang bisa membuat kita sangat bersyukur. Aku harap kalian kalian bisa cepat menemukan hal menakjubkan itu ya.

Kalau ditanya apakah aku masih merasa salah jurusan? Jawabannya adalah iya. Namun, nggak ada pilihan lain selain terus berusaha kan? Jadi doakan yaa teman-teman agar aku bisa menjadi lebih baik untuk semester ini dan seterusnya. Yuk kita sama-sama berusaha. Salam semangat dari mahasiswa teknik semester 5!

*Bonus pict - one day as college student in pandemic era :)
With Love, Tara. 
September 12, 2020 No komentar


Pagi-pagi memang paling seru buat jalan-jalan sambil cari cemilan yang anget. Hari ini aku kebetulan kelas jam 10.30 WITA, nggak tau mau ngapain dan akhirnya jalan-jalan keluar sebentar buat cari jajanan. And this is my favorite, kue pukis. 

Tempat jualannya lumayan deket dari rumah aku, dan butuh 10 menit aja buat sampai sana. Kebetulan saat aku beli, lagi sepi dan aku sedikit ngobrol sama penjualnya. Sedikit cerita, penjualnya bilang tau cara buat kue pukis ini dari kerabat di daerahnya yang habis pulang dari perantauan. Setelah menyiapkan 1 porsi kue yang aku beli, aku langsung bergegas pergi. By the way, aku beli rasa keju karena suka banget. Rasa cokelat dan kacang oke juga loh bagi kalian yang suka. Oh ya satu porsi berisi 5 kue pukis dengan harga Rp 5.000. Murah banget kan untuk jenis jajanan yang imut begini?

Selepas beli pukis, aku pingin jalan-jalan sebentar ke taman tugu sambil duduk menikmati kuenya. Pagi ini di taman tugu ramai pengunjung buat jogging. Aku melihat suasana sambil makan kuenya. Karena baru aja selesai dikukus, kuenya empuk dan lelehan kejunya yang bercampur susu terasa banget. Bikin ketagihan setiap hari. 


Setelah terasa cukup menikmati suasana pagi di taman, aku memutuskan buat langsung pulang karena nggak ada tujuan lain lagi. Tapi ditengah-tengah perjalanan ke rumah, aku baru ingat kalau mau beliin pukis juga buat sepupu aku. Karena males buat balik ke tempat penjual pukis yang tadi, akhirnya aku beli pukis di tempat lain yang lebih deket dengan rumah aku. Kebetulan penjual pukis yang ini bukanya agak siangan jadi sebelumnya aku memilih beli ke tempat yang lebih jauh. 

Nah kali ini aku ngobrol cukup lama dengan penjualnya. Abangnya cerita kalau kue pukis sebenarnya berasal dari Bandung, tapi dikembangkan di Kebumen yang merupakan daerah asalnya. Jadi abangnya itu merantau ke Lombok bersama temannya sekitar 5 tahun yang lalu dengan membawa ilmu dari daerahnya untuk membuat pukis. Pukis yang dibuat nggak kalah enaknya loh dengan pukis yang sebelumnya aku beli. Apalagi, abangnya orang asli daerah tempat pengembangan kue pukis.
Selain tentang asal kue pukis, aku juga dapet cerita kalau bahan-bahan pembuatan pukis itu sederhana aja: tepung terigu, telur, gula, ragi. Setelah matang, kuenya diolesi mentega untuk selanjutnya ditaburi toping yang diiginkan pembeli. Berbeda dengan yang tadi, kali ini aku beli satu porsi yang berisi pukis toping keju dan cokelat.

Oh yaa aku juga mau cerita soal minuman sehat yang aku beli di taman tugu tadi. Yup! susu kurma.  Penjualnya cerita kalau susu kurma Arroya di produksi di Kelurahan Gelang, Lombok Timur. Sesuai namanya, susu kurma terbuat dari susu, madu dan kurma. Kalau kata penjualnya, komposisinya hanya itu aja guys dan nggak ada pengawetnya. Tadi aku beli 2 botol dengan rasa jelly dan cokelat. Manisnya pas, dan kerasa banget bener-bener alami campuran susu, madu dan kurma. Kalau  untuk harganya, satu botol dijual seharga Rp 10.000. 


Segitu aja cerita jajanan pagiku hari ini. Kalau cerita jajanan pagi di daerah kalian, gimana?

With Love, Tara. 

September 09, 2020 No komentar

Merawat kulit wajah rasanya nggak sempurna kalau tanpa peeling. Sebenernya aku baru tau soal peeling juga baru-baru aja karena pingin coba facial sendiri di rumah. And then kebetulan waktu itu iseng-iseng ke minimarket dan ketemu sama produk imut ini, Mustika Ratu Krem Peeling Mundikasari.  Belum sempat baca review tentang produk ini, aku langsung jatuh hati buat membeli. Selain karena waktu itu lagi butuh, aku juga pakai beberapa produk dari mustika ratu dan cocok di kulit aku. Jadi nggak begitu khawatir buat coba produk ini juga. 

Kemasan
Produk dikemas dalam bentuk tube yang tersedia dalam kemasan kecil (60g) dan kemasan besar (125g). Kebetulan aku beli yang kemasan kecil karena baru pertama kali coba. Oh ya kalau mau pakai produknya mudah aja, tinggal buka tutup tube-nya dan pencet kemasannya.

Tekstur
Sama seperti cream pada umumnya, krem peeling bertekstur halus dan terdapat butiran-butiran kecil. Ketika diaplikasikan kewajah, butiran-butiran scrub-nya terasa halus dan nggak bikin sakit di kulit. Asalkan kita nggak kasar juga ketika mengaplikasikannya. 

Bau
Aku suka baunya sih karena harum gitu. Kalau di bagian deskripsi dinyatakan bahwa krem peeling mundikasari terbuat dari ekstrak klabet, serbuk temungiring dan ekstrak daun kemuning. Jujur aku belum pernah tau bau dari tumbuhan-tumbuhan tersebut. Tapi kalau dari sumber yang aku baca, baunya daun kemuning itu wangi banget guys. Jelasnya, baunya krem ini enak kok dan pasti bakal suka. 


Klaim: Membantu membersihkan dan mengangkat sel kulit mati

Selama pakai krem peeling mundikasari, aku ngerasa klaimnya itu benar. Setelah membersihkan wajah dengan cleanser, aku pakai produk ini dengan gerakan memutar ke seluruh wajah. Setelah dibilas, kulit rasanya bersih banget dan kotoran-kotoran di wajah bener-bener terangkat. Oh ya, yang paling aku suka banget dia produk ini adalah dengan pemakaian rutin komedo-komedo di hidung aku dalam sekejap langsung hilang. Tapi sayang banget karena peeling nggak boleh dipakai sering-sering. Jadi amannya, aku pakai peeling satu atau dua minggu sekali untuk menghindari iritasi dan menyediakan waktu kulitku untuk beregenerasi. 

Beberapa review yang pernah aku baca, dengan pemakaian rutin krem peeling mundikasari bisa mencerahkan wajah. Tapi aku belum merasa produk ini bisa work buat mencerahkan wajahku, karena lebih berfungsi buat mengangkat kotoran-kotoran di wajah. By the way, kalau mengembalikan wajah cerah karena kusam itu benar. Cuma kalau membuat wajah lebih cerah dari sebelumnya belum aku rasain sih.

Buat kalian yang mau coba produk ini jangan khawatir yaa, karena dengan pemakaian yang tepat dan rutin bisa membuat kulit menjadi bersih, lembut dan sehat. 


With Love, Tara. 
September 08, 2020 No komentar

https://www.instagram.com/hmtkftuns/

Di perkuliahan, bicara tentang organisasi nggak bakal ada habisnya. Nah, kali ini aku bakal cerita soal pengalaman menjadi pengurus inti di HMTK FT UNS 2020. Sebenarnya masa periode 2020 belum selesai, jadi aku bakal sharing tentang setengah periode kepengurusan ini. By the way, aku bukan aktivis organisasi yang punya banyak pengalaman karena dari sekolah hingga sekarang, HMTK FT UNS adalah satu-satunya yang pernah aku ikuti.

HMTK FT UNS memiliki sembilan pengurus inti yang disebut presidium. Kalian bisa lihat di foto diatas: Ketua Umum, Sekretaris Umum, Bendahara Umum, dan Koordinator Bidang. And yup! di periode 2020 ini, aku berperan sebagai bendahara umum. Ini cerita aku.

Belajar menyelesaikan masalah masing-masing bersama
Ada suatu perbedaan yang aku rasakan ketika sebelum menjadi pengurus inti dan sesudah menjadi pengurus inti, yaitu ragam permasalahan yang diatasi. Sebelum menjadi pengurus inti, aku hanya memikirkan penyelesaian masalah bendahara saja. Kalau sekarang, ketika rapat kami sering mendengar permasalahan masing-masing bidang. Karena tau permasalahan dari masing-masing bidang, aku belajar memikirkan cara mengatasi ragam permasalah yang belum aku temui sebelumnya dengan belajar memberi masukan. Nggak cuma itu, aku juga belajar banyak dari pendapat dan masukan teman-teman yang lain terhadap suatu masalah. 

Belajar berinovasi 
Karena sering membahas program kerja keseluruhan, seringkali muncul inovasi-inovasi dari teman-teman yang lain terhadap suatu program kerja dengan membandingkan periode saat ini dengan sebelumnya atau belajar dari organisasi lain. Bahasan seperti itu yang membuatku terbiasa berusaha memikirkan inovasi terhadap suatu hal. Tentang berinovasi, ada suatu hal yang aku pelajari selama ini. Kalau ada yang belum baik di masa lalu, perbaikilah. Kalau apa yang tercipta di masa lalu sudah baik, berinovasilah. Sekali-kali bijak nggak apa kan guys?

Belajar menjadi pemimpin
Kalau ini mungkin sudah pasti ya karena kita adalah pemimpin untuk bidang kita sendiri. Manfaat ini adalah pelajaran berharga banget buat aku yang sebelumnya belum punya pengalaman memiliki staff di suatu komunitas. Selain belajar buat mengoordinir, aku juga belajar membuat keputusan terhadap suatu hal dengan mempertimbangkan manfaat dan resiko dari setiap keputusan. Ini bagian dari belajar terbiasa untuk berpikir kritis. Oh ya, selain belajar memimpin orang lain, aku juga belajar buat memimpin diri aku sendiri. Contohnya, aku harus mengatur jadwalku untuk rapat dan kepentingan lain atau menyelesaikan tugas organisasi dengan disiplin. 

Belajar menjadi teladan
Menurut aku, menjadi pengurus inti suatu organisasi nggak hanya soal belajar mengoordinir staff bidang kita sendiri. Tapi, kita juga harus bisa menjadi contoh buat seluruh staff dan anggota. Hal ini sih yang cukup menantang buat aku karena selain harus memberi contoh yang baik buat staff yang lain, kita juga harus belajar buat mengajak para staff dalam hal kedisiplinan, keaktifan, saling menghargai dan hal positif lain dalam berorganisasi. 

Belajar berkoordinasi
Menjadi pengurus inti membuat kita harus saling berkoordinasi satu sama lain. Selain untuk mengatur timeline organisasi, beberapa bidang juga memiliki program kerja yang perlu disuseskan bersama. Contohnya ketika bidang Akademis akan mengadakan suatu seminar, bidang Medinfo membuat publikasi acaranya ke media. Ketika bidang Hubungan Masyarakat membutuhkan dana untuk program kerjanya, maka harus berkoordinasi dengan bendahara untuk pengajuan dana.

Jadi begitu guys cerita aku dari setengah periode HMTK FT UNS 2020. Buat kalian yang ada tujuan buat jadi pengurus inti di organisasi kampus atau komunitas lain, semangat terus yaa! Kalau nggak cocok dan nggak nyaman organisasi jangan khawatir karena ladang buat mengembangkan diri kita banyak banget guys. Menurutku, berambisi menjadi baik untuk versi diri kita itu nggak salah selama ada kesempatan dan nggak merugikan orang lain. Nah, dunia perkuliahan adalah kesempatan terbaik dan terluas untuk menyiapkan diri kita sebelum masuk ke dunia yang sebenarnya. Jadi jangan sampai berhenti dan puas dengan diri kita yang sekarang yaa. 

Oh ya, setiap masuk ke dalam level yang lebih sulit, kita bakal dihadapkan dengan masalah yang tentunya semakin rumit. Tapi hal itulah yang membuat kita semakin kuat dan berkembang. So, jangan pernah takut menghadapi tantangan demi kebaikan yaa guys! 

*Bonus pict - meeting when pandemic. Of course I miss you guys - fighting for everything ya: Harry, Ainun, Dodo, Luthfi, Oya, Wewe, Yudi, Umpati💓
With Love, Tara. 
September 02, 2020 No komentar
Newer Posts
Older Posts

About

Hi, welcome to my diary :)

Label

  • Academic
  • Personal
  • Puisi
  • Random
  • Review
  • Travelling

Popular Post

  • REVIEW BEDAK DINGIN BERASTAGI ASTAGINA (MY LOVELY PUBERTY-MATE)
  • JALAN-JALAN KE TAMAN SARI YOGYAKARTA
  • MENGENAL KHASIAT MINYAK WULUNG
  • JALAN-JALAN KE ICON KOTA SELONG LOMBOK TIMUR
  • WHAT'S IN MY CAMPUS BAG? (ENGINEERING STUDENT)
  • THE BEST THING IN 2024
  • THINGS I LEARNED AFTER 2+ YEARS GRADUATION
  • ANOTHER DAY IN BANDUNG: KULINER & WISATA SEJARAH
  • SHORT TRIP IN BANDUNG, FINALLY KE KOTA IMPIAN MASA KECIL
  • REVIEW Nu Skin ageLOC GALVANIC SPA (PERAWATAN DI RUMAH ALA KLINIK)

Archive

  • ►  2025 (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2024 (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2023 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2022 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (13)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (1)
  • ▼  2020 (30)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (4)
    • ▼  September (9)
      • KENAPA MENULIS PUISI?
      • KETIKA MENGINJAK USIA 20 TAHUN
      • PUISI APRESIASI
      • KENAPA HARUS MERANTAU?
      • SELF LOVE
      • SEMPAT MERASA SALAH JURUSAN DI PERKULIAHAN
      • BERBURU KUE PUKIS DAN SUSU KURMA
      • REVIEW MUSTIKA RATU KREM PEELING MUNDIKASARI
      • PENGALAMAN MENJADI PENGURUS INTI ORGANISASI KAMPUS
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juli (3)

Contact Me

Nama

Email *

Pesan *

Follow Us

Community



FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates